Jumat, 17 Mei 2013

undian berhadiah haji


I.    PENDAHULUAN
Dalam kesempurnaan menjalankan rukun islam setiap muslim tentunya berkeinginan untuk pergi ke baitullah dengan tujuan menjalankan ibadah haji, dalam menjalankan ibadah haji pun tidak semata-mata dengan mudah menjalankannya, ada banyak ketentuan yang harus dipenuhi baik sebelum mengerjakan maupun ketika berlangsungnya ibadah haji
Dalam memenuhi persyaratan ketika hendak menjalankan ibadah haji, biaya menjadi permasalahan atau hambatan yang paling utama, karna sebagaimana kita ketahui bahwa untuk pergi ke Makkah memerlukan biaya yang tidak sedikit mengingat jarak negeri ini dengan saudi arabia juga cukup jauh, meskipun demikian di zaman yang serba mungkin ini banyak lembaga-lembaga yang mempublikasikan kesediaanya dalam memenuhi permasalahan seseorang yang ingin menunaikan ibadah haji tersebut, yaitu melalui undian berhadiah atau lotre.
Adanya undian tersebut ternyata menarik perhatian seorang muslim untuk berpartisipasi, hal ini tidak lepas karena keinginannya untuk menunaikan ibadah haji ke baitullah. Namun mengingat syarat sahnya ibadah haji supaya menjadi haji yang mabrur, segala perlengkapan atau persyaratan harus merupakan sesuatu yang halal. Masalah biaya pun tentunya harus merupakan hasil dari perkara yang halal.
Banyak diantara kalangan ulama yang berbeda pendapat mengenai kehalalan undian berhadiah atau lotre, maka kita harus hati-hati dengan hal itu, apalagi digunakan untuk sebuah ibadah besar seperti haji yang hanya dapat dikerjakan sekali dalam setahun.
      
II.    RUMISAN MASALAH
A.    Apakah Pengertian Undian Berhadiah dan Hukumnya ?
B.    Bagaimana Macam-Macam Undian itu?
C.    Bagaimana Hukum Haji dari Undian Berhadiah ?

III.    PEMBAHASAN
A.    Pengertian Undian Berhadiah dan Hukumnya
1.    Pengertian Undian Berhadiah
Undian merupakan kata lain dari  lotre yang berasal dari bahasa Belanda loterij yang berarti undian berhadiah. Di dalam masyarakat lotre dipandang sebagi judi sedangkan undian tidak, padahal keduanya merupakan sesuatu yang sama.
Undian berhadiah menurut M. Ali Hasan adalah, “memberikan barang dengan mengundi surat kecil atau karcis (kupon) dan tidak ada tukarannya atas dasar syarat-syarat tertentu yang diterapkan sebelumnya, menang atau kalah sangat bergantung kepada nasib, penyelenggaranya bisa oleh perorangan, lembaga atau badan baik resmi maupun swasta menurut peraturan pemerintah, yang bertujuan untuk mengumpulkan dana atau propaganda peningkatan pemasaran barang dagangan” . Salah satu strategi pemasaran terhadap barang-barang dagangan yang dijual oleh para pedagang agar menarik minat para calon konsumen untuk membeli produk-produk yang dipasarkan adalah dengan memberikan iming-iming hadiah kepada para calon kunsumen. Hadiah tersebut ada yang diberikan langsung kepada setiap konsumen yang membeli produk dalam jumlah tertentu yang dipasarkan oleh suatu lembaga atau perusahaan tertentu dan ada pula yang diberikan secara diundi, sehingga hanya konsumen yang memenangkan undian yang berhak mendapatkan hadiah.
Menurut Imam Syafi’i, pengertian hadiah adalah “memberikan milik secara sadar yang dilakukan sewaktu hidup karena untuk mengharapkan pahala dan menaruh rasa hormat, pengertian demikian juga bisa dinamakan hibah dan setiap hadiah juga hibah”. Pada dasarnya hadiah tidak berbeda dengan hibah, hanya saja kebiasaannya hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terima kasih dan kekaguman seseorang. Pada hakekatnya hadiah yang diberikan dapat membedakannya dari niat seseorang yang hendak memberikannya, ringkasnya bila pemberian tersebut (hadiah) seseorang berkehendak dengan pemberiannya kepada pahala akhirat semata, maka didapat disebut sedekah, sedangkan bila tidak bertujuan apapun dari pemberiannya maka disebut hibah, kemudian bila ia bermaksud untuk menaruh suatu penghargaan atau rasa hormat, kasih sayang dan pembalasan yang baik, dari apa yang telah dilakukan seseorang atas perbuatan sesuatu maka disebut dengan hadiah. 
Adapun tujuan diselenggarakannya undian-undian tersebut adalah untuk menghimpun dana sumbangan. Misalnya porkas dan SDSB adalah salah suatu cara yang sangat efektif untuk menghimpun dana olahraga, karena dapat menarik masyarakat berlomba-lomba membelinya dengan harapan akan memperoleh hadiah yang dijanjikan atau untuk membantu proyek yang mau ditunjang dengan dana itu.
Undian berhadiah juga menyebar ke berbagai sektor, sampai penjual barang pun banyak yang memberikan kupon berhadiah. Hingga saat ini semua iklan produk tertentu mengiming-imingi hadiah yang kadang-kadang kurang rasional. Akhirnya kecenderungan masyarakat (terutama kalangan masyarakat bawah) membeli suatu barang semata-mata bukan karena memerlukannya melainkan  tertarik pada hadiahnya.
Dari bentuk-bentuk undian tersebut seandainya dilakukan secara praktis dan individual maka hal tersebut dapat diqiyaskan kepada judi (maisir). Akan tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah yang berwenang dan tujuannya untuk dana sosial, dan pembangunan, maka masalahnya menjadi sensitif dan rumit. Di satu sisi ada nilai positifnya namun disisi lain banyak madhorotnya dan cenderung controversial. Hal itu karena di balik adanya unsur judi terdapat juga tujuan yang baik untuk masyarakat.
2.    Hukum Undian Berhadiah
Undian berhadiah atau lotre lebih dekat dengan judi. Judi adalah permainan yang mengandung unsur taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung yang sifatnya untung-untungan dan mengadu nasib. Semua taruhan dengan cara mengadu nasib yang sifatnya untung-untungan dilarang keras oleh agama sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 90:

يا أيّها الذين أمنوا إنما الخمر و الميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبه لعلّكم تفلحون ّ

“ Hai orang-orang beriman sesungguhnya minum khomer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji yang merupakan perbuatan syeitan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.”(QS. Al-Ma’idah:90)

Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa judi adalah perbuatan keji dan mungkar yang akan menyebarkan kekejian di kalangan umat. Orang yang kalah akan jatuh melarat sementara orang yang menang akan dibenci. Semua pihak akan hanyut dibawa arus sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 91:

إنّما يرييد االشطان أن يوقع بينكم العداوة و البغضاء فى الخمر و الميسر و يصدّكم عن ذكر الله و عن الصلاة فهل أنتم منتهوون ّ

“sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khomer dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu.”(QS. Al-Ma’idah: 91)
a.    Pendapat yang Mengharamkan Lotre atau Undian Berhadiah
Muktamar Majlis Tarjih Muhammadiyah di Sidoharjo tanggal 27-31 Juli 1969 memutuskan bahwa lotre sama dengan judi oleh karena itu hukumnya haram dengan pertimbangan sebagaimana berikut:
a.   Lotre pada hakikatnya dan sifatnya sama dengan taruhan dan perjudian dengan unsur-unsur pihak yang menerima hadiah sebagai pemenang dan pihak yang tidak mendapat hadiah sebagai yang kalah.
b.  Oleh karena lotre adalah salah satu jenis dari taruhan dan perjudian maka berlakukan nash shorih dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 183 dan 219, surat Al-Maidah ayat 90-91.
c.  Muktamar mengakui bahwa bagian hasil lotre yang diambil oleh pihak penyelenggara mengandung manfaat bagi masyarakat sepanjang bagian ini betul-betul dipergunakan bagi pembangunan
d. Bahwa madhorot dan akibat jelek yang ditimbulkan oleh tersebar luasnya taruhan dan perjudian dalam masyarakat jauh lebih besar daripada manfaatnya yang diperoleh dari penggunaan hasilnya.

Ahmad Asy-Syirbashi dalam kitabnya yasalunaka fid din wal hayah mengemukakan bahwa lotre adalah salah satu dari bentuk praktek perjudian yang dilarang oleh agama Islam, keuntungan yang diperoleh darinya juga haram. Titik pengharamannya terletak pada adanya unsur memakan harta orang lain dengan cara batil, penipuan, dan kebodohan. Disamping itu perbuatan judi mendorong orang untuk menggantungkan harapannya kepada harapan-harapan yang dusta. Hal yang senada dilontarkan oleh Dr. Yusuf Qordhowi yang memandang lotre adalah praktek judi, beliau beralasan sebagaimana berikut:
a)    Lotre atau undian berhadiah mengandung unsur perjudian.
b)    Praktek ini menonjolkan egoisme dan mengenyampingkan semangat persaudaraan.
c)    Merugikan banyak konsumen dan menguntungkan satu orang.
tidak mereka butuhkan.
d)     Mengajarkan orang untuk berlebihan karena kenyataannya para konsumen membeli terus barang-barang yang sebenarnya.

b.   Pendapat Yang Membolehkan Lotre atau Undian Berhadiah
Menurut Rosyid Ridho, lotre dan undian berhadiah yang dilakukan secara formal oleh pemerintah yang ditujukan untuk pembangunan dan kemaslahatan bersama tidak dapat di samakan dengan judi, karena manfaatnya lebih besar daripada madhorotnya. Namun ia tampaknya tidak menghalalkan bagi orang-orang yang cocok nomer undiannya untuk mengambil hadiahnya, karena dianggap memakan harta orang lain dengan cara yang batil meskipun tidak menimbulkan permusuhan dan kebencian antara mereka, serta juga tidak menyebabkan lupa pada Tuhan. Hal yang senada dilontarkan oleh Abdurrohman Isa, ia mangasumsikan bahwa undian berhadiah untuk amal itu tidak termasuk judi karena judi sebagaimana dirumuskan oleh ulama syafi’iyah adalah antara kedua belah pihak yang berhadapan itu masing-masing ada untung rugi, padahal dalam undian berhadiah untuk amal itu pihak penyelenggara tidak menghadapi untung rugi, sebab uang yang akan masuk sudah ditentukan sebagian untuk dana sosial dan sebagian lagi untuk hadiah dan administrasi. Bahkan menurut beliau islam memberikan rekomendasi terhadap usaha penghimpunan dana guna membantu lembaga sosial keagamaan dengan memakai sistem undian berhadiah, agar masyarakat tertarik untuk membantu usaha sosial itu, akan tetapi dengan syarat seperti berikut ini:
a)    Uang yang masuk benar-benar untuk kepentingan sosial keagamaan dan sebagainya.
b)   Penarikan nomor undian harus disaksikan oleh petugas dari Departemen Dalam Negri dan Departemen Sosial.
c)    Dana yang masuk telah dibagi. Misalnya 60% untuk dana sosial keagamaan, sedangkan 40% untuk hadiah dan biaya administrasi.

Dokter Fuad Muhammad Fakhruddin pun mengikuti atau sependapat dengan pendapat diatas. Sebagaimana dikutip oleh Ali Hasan, menurutnya bahwa lotre tidak termasuk dalam kategori judi yang diharamkan. Lebih lanjut beliau berkata: “ pembeli lotre apabila maksud dan tujuannya hanya menolong dan mengharapkan hadiah, maka dalam perbuatan itu tidak tedapat unsur perjudian.
Selain itu juga ulama Indonesia seperti Syeikh Ahmad Syurkati (Al-‘Irsyad) berpendapat bahwa, lotre itu bukan judi karena bertujuan untuk menghimpun dana yang akan disumbangkan untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan. Bahkan beliau mengakui bahwa unur negatifnya tidak ada, tetapi sangat kecil dibandingkan manfaatnya.

B.    Macam-Macam Undian
Macam-Macam Undian bisa dibagi menjadi tiga bagian :
1.    Undian tanpa syarat.
Bentuk dan contohnya : Di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung.
Hukumnya : Bentuk undian yang seperti ini adalah boleh. Karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar, penipuan dan selainnya.
2.    Undian dengan syarat membeli barang.
 Bentuknya : Undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut. Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon untuk ikut undian.
  Contoh lain : Sebagian perusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang menarik seperti mobil, HP, Tiket, biaya Ibadah Haji dan selainnya bagi siapa yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon/kartu undian. Kemudian kupon/kartu undian itu dimasukkan pada kotak-kotak yang telah disiapkan oleh perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya. Hukum Undian jenis ini tidak lepas dari dua keadaan :
a. Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut.
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yang diharamkan dalam syari’at Islam.
b. Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya. Hukumnya : Ada dua pendapat dalam masalah ini :
a) Hukumnya harus dirinci. Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong kedalam Maisir/Qimar yang diharamkan dalam syari’at karena pembelian barang tersebut adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan : mungkin ia beruntung dan mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar. Adapun kalau dasar maksudnya adalah butuh kepada barang/produk tersebut setelah itu ia mendapatkan kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal dan tidak bentuk Maisir maupun Qimar dalam bentuk ini. Rincian ini adalah pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh, Lajnah Baitut Tamwil Al-Kuwaiti dan Haiah Fatwa di Bank Dubai Al-Islamy.
b) Hukumnya adalah haram secara mutlak. Ini adalah pandapat Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dan Al-Lajnah Ad-Da`imah. Alasannya karena hal tersebut tidak lepas dari bentuk Qimar/Maisir dan mengukur maksud pembeli, apakah ia memaksudkan barang atau sekedar ingin ikut undian adalah perkara yang sulit. Tarjih: Yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama. Karena tidak adanya tambahan harga pada barang dan dasar maksud pembeli adalah membutuhkan barang/pruduk tersebut maka ini adalah mu’amalat yang bersih dari Maisir/Qimar dan ukuran yang menggugurkan alas an pendapat kedua. Dan asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal. Wallahu A’lam.
3. Undian dengan mengeluarkan biaya.
Bentuknya : Undian yang bisa diikut setiap orang yang membayar biaya untuk ikut undian tersebut atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian tersebut dengan mengeluarkan biaya. Contohnya : Mengirim kupon/kartu undian ke tempat pengundian dengan menggunakan perangko pos. Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan biaya sesuai dengan harga perangkonya. Contoh lain : Ikut undian dengan mengirim SMS kelayanan telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yang telah ditentukan. Contoh lain : Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga biasa maupun tertentu (dikenal dengan pulsa premium). Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir. Undian bentuk ini pun merupakan sebuah perbuatan judi, baik bersifat langsung maupun tak langsung karena judi merupakan kegiatan untuk mengambil keuntungan, yang dapat mematikan kekreatifan para penjudi itu. 

C.    Hukum Haji dari Undian Berhadiah
Haji merupakan ibadah yang wajib dikerjakan oleh setiap umat islam yang mampu melaksanakannya dan tentunya dengan memenuhi segala persyaratan yang telah ditetapkan termasuk rukun-rukun haji, supaya hajinya diterima oleh Allah SWT. Atau biasa kita sebut haji mabrur.
Perlu kita ketahui, bahwa nilai ibadah haji seseorang, atau dengan kata lain tingkatan kemabruran hajinya adalah tergantung kepada hal-hal sebagai berikut:
1)    Baik tidaknya niat melakukan ibadah haji, artinya apakah niat haji seseorang itu benar-benar lillahita’ala atu karena riya’ atau bisa juga karena untuk tujuan politik
2)   Sempurna/tidaknya melaksanakan rukun-rukun haji dan kewajiban-kewajibanya
3)   Mampu/tidaknya meninggalkan hal-hal yang dilarang melakukanya selama melaksanakan ibadah haji
4)   Banyak/sedikitnya dalam melakukan sunah dalam ibadah haji

Selain dari kriteria secara global diatas, masih ada yang sebenarnya sangat penting untuk diperhatikan, yaitu mampu/tidaknya dalam menjalankan ibadah haji. Istilah mampu (istitho’ah) disini mempunyai arti yang amat luas, tetapi kebanyakan ulama’ menafsirkan  istitho’ah  dengan “mempunyai bekal haji dan biaya transportasi PP disamping nafkah untuk kepentingan keluarga yang ditinggal”. Akan tetapi bahwa sahnya haji ibadah haji seseorang tidak tergantung orang yang bersangkutan harus melakukannya sendiri, melainkan bisa dilakukan oleh anaknya, saudaranya atau orang lain, sebagimana dalam hadis riwayat Abu Daud berikut:

لبّيْك عن شبرمة قال: ومن شبرمة ؟ قال : اخٌ لى  او قريب لى. فقال:  أحججت عن نفسك ؟ قال: لا، قال: فحجّ عن نفسك ثمّ حجّ عن شبرمة.
   
Nabi mendengar seorang lelaki berkata,”saya datang memenuhi panggilanmu  dari syubrumah”. Nabi bertanya, “ siapakah Syubrumah itu?” Jawabnya, “ Ia adalah saudara lelakiku atau keluarga dekatku.” Kemudian nabi bertanya,” apakah engkau sendiri sudah melakukan haji?” Jawabnya,” belum.” Nabi bersabda,” lakukan haji dahulu untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah!”

Dari hadist di atas pun juga menunjukkan bahwa biaya haji pun tidak harus dikeluarkan dari hartanya sendiri, melainkan bisa dibayarkan oleh anaknya, ataupun orang lain atau dari sebuah lembaga pemerintah atau suwasta dengan tugas atau tanpa tugas. Sebab yang menentukan syah atau tidaknya haji ialah terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun haji.
Namun demikian uang yang dipakai untuk keperluan haji harus dari harta yang halal agar hajinya dapat diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur, sebagaimana dalam hadist Rosulullah SAW:

إنّ الله طيّب لا يقبل الا طيّبا

Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik.(HR. Bukhori Muslim).
Berbicara tentang hadiah ibadah haji, tergantung bagaimana mekanisme untuk mendapatkan hadiah tersebut. Ini semua tergantung dari termasuk pada bagian undian yang mana yang menghadiahkan ibadah haji ini. Jika undian yang menghadiahkan ibadah haji ini termasuk pada undian yang tanpa syarat, maka sesuai dengan uraian diatas, maka hadiah ibadah haji ini halal dan bisa dinikmati. Jika pun undian yang menghadiahkan ibadah haji ini termasuk pada kategori undian dengan syarat membeli barang, maka hukumnya sesuai dengan tarjih uraian diatas. Dan jika undian yang menghadiahkan ibadah haji ini berbentuk undian dengan mengeluarkan biaya, maka hukumnya haram dan hadiah ibadah haji yang dihadiahkan itu pula menjadi haram, karna termasuk dalam perbuatan judi.

IV.    KESIMPULAN
Undian berhadiah menurut M. Ali Hasan adalah, “memberikan barang dengan mengundi surat kecil atau karcis (kupon) dan tidak ada tukarannya atas dasar syarat-syarat tertentu yang diterapkan sebelumnya, menang atau kalah sangat bergantung kepada nasib, penyelenggaranya bisa oleh perorangan, lembaga atau badan baik resmi maupun swasta menurut peraturan pemerintah, yang bertujuan untuk mengumpulkan dana atau propaganda peningkatan pemasaran barang dagangan”. Hukum dariundian berhadiah itu sendiri ada yang melarang dan ada yang memperbolehkan. Macam-macam undian bisa dibagi menjadi tiga bagian :
1.    Undian tanpa syarat.
2.    Undian dengan syarat membeli barang.
3.    Undian dengan mengeluarkan biaya.
Berbicara mengenai hadiah ibadah haji tergantung dari macam undian, dan hukumnya disesuaikan dengan macam undian itu sendiri.
V.    PENUTUP
Demikianlah makalah ini ditulis dengan segala keterbatasan yang ada. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran dari manapun datangnya selalu penulis terima dengan senang hati demi perbaikan kedepan. Akhirnya semoga pemikiran yang ada pada tulisan ini bias menjadi kontribusi pemikiran bagi pengembangan pendidikan di Indonesia.

VI.    DAFTAR PUSTAKA
Akbar,  Almas http://undian-berhadiah-ibadah-haji.html , diakses tanggal 13 mei 2013 pukul 11.45
Fiyan, http://fiyanuin.blogspot.com/2011/05/masail-fiqh-hukum-undian.html , diakses pada tanggal 15 mei 2013   pukul 16.42
Musrifah, Etik http://masail-fiqih.html  , diakses tanggal 13 mei 2013 pukul 11.42
Paidjo, http://paidjo2009.blogspot.com/2012/05/undian-berhadiah-ibadah-haji.html , diakses pada tanggal 15 mei 2013 pukul 16.42
Zuhdi, Masjfuk 1997, Masail Fiqhiyyah, Jakarta : PT. Midas Surya Grafindo.




Selasa, 07 Mei 2013

Sejarah Perkembangan Ilmu Tauhid

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU TAUHID
MAKALAH
DisusunGunaMemenuhiTugas
Mata kuliah : Tauhid
DosenPengampu : Ahmad Bisri, M.Ag



Disusunoleh :
Yeni Sulistiyani        (113711017)
Abdul Aziz             (113711019)

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

I.    PENDAHULUAN
Arti dari ilmu tauhid sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat Allah SWT yang wajib diyakini. Dalam sejarah sudah ditunjukkan bahwa pengertian mengenai ilmu tauhid ini sudah lama sekali, yaitu sejak diutusnya Nabi Adam kepada anak cucunya. Secara singkat dijelaskan bahwa sejak permulaan manusia mendiami bumi ini, sejak itu pulalah telah diketahui dan diyakini adanya dan Esanya Allah SWT. Dan jika diselidiki dari sejarah pertumbuhan agama dan perkembangannya, maka sejarah Tauhidpun harus dikembalikan pada kepada asal mula pertumbuhan sejarah, yaitu permulaan manusia mengenal sejarah.
Sepanjang sejarah agama-agama wahyu, Ilmu Tauhid yang digunakan untuk menetapkan dan menerangkan segala apa yang diwahyukan Allah kepada RasulNya tumbuh bersama tumbuhnya agama ini. Para tokoh agama berusaha memelihara dan meneguhkan agama dengan berbagai macam cara dan dalil yang mampu mereka ketengahkan. Ada yang kuat, ada yang sempit, ada yang luas, sesuai dengan masa dan tempat serta hal-hal yang mempengaruhi perkembangan agama.
Perkembangan Ilmu Tauhid mengalami beberapa tahapan sesuai dengan sesuai dengan perkembangan Islam, yang dimulai pada masa Rasulullah SAW, masa Khullafaurrasyidin, masa Bani Umayyah, masa Bani Abbasyiah dan masa sesudah kemunduran Bani Abbasyiah.

II.    RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana sejarah perkembangan dari tauhid ?
B.    Bagaimana sejarah perkembangan ilmu tauhid pada masa Nabi Muhammad SAW?
C.    Bagaimana sejarah perkembangan ilmu tauhid pada masa Khulafaurrasydin?
D.    Bagaimana sejarah perkembangan ilmu tauhid pada Masa Bani Umayyah?
E.    Bagaimana sejarah perkembangan ilmu tauhid pada Masa Bani Abbasyah dan pasca Bani Abbasiyah?




III.    PEMBAHASAN

A.    Sejarah perkembangan Tauhid
Nabi Adam a.s adalah nenek moyang manusia yang pertama. Sejarah tentang Tauhid dimulai sejak diutusnya Nabi Adam a.s oleh Allah untuk menganjarkan  ketauhidan yang murni  kepada anak dan cucunya. Ajaran Adam tentang Tauhid yaitu tentang KeEsaan Allah SWT. Semenjak itulah manusia telah mengetahui dan meyakinkan tentang adanya keEsaan Allah sebagai sang Pencipta alam semesta ini. Umat manusia yang telah dibuka hatinya oleh Allah menerima hakikat hidup itu, menerima dan mematuhi ajaran Nabi Adam. Akan tetapi setelah Nabi Adam wafat, umat pun kehilangan pembimbing. Mereka pun mulai menyimpang dari ajaran semula dan meninggalkan sedikit demi sedikit ajarannya sehingga tersesat dari jalan lurus dan  kehidupan mereka  pun menjadi kacau. Untuk itu Allah mengutus para Nabi dan Rosul untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia.
Nabi Nuh a.s.,diutus sebagai pemimpin dan pengatur manusia yang kacau porak poranda setelah ditinggalkan oleh Nabi Adam. Sebelum Nabi Nuh a.s pun telah diutus Nabi-Nabi yang ditugaskan untuk meneruskan ajaran Nabi Adam a.s. Setelah Nabi Nuh wafat, manusia kembali kehilangan pemimpin dan pengaturnya dan menjadi kacau balau sampai diutusnya Nabi Ibrahim Oleh Allah SWT . Nabi Ibrahim selain mengajarkan dan memimpin ketauhidan terhadap Allah juga beliaulah yang mula-mula membawa dan mengajarkan syari’at.
Periode antara Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad masih banyak lagi Nabi-Nabi yang diutus Allah untuk menjaga ketauhidan dikalangan umat manusia, agar tidak terkikis dari sanubari manusia. Diantara Nabi-Nabi itu ialah: Nabi Luth a.s, Nabi Ismail a.s, Nabi Ishaq a.s, Nabi Yakub a.s, Nabi Yusuf  a.s, Nabi Musa a.s, Nabi Harun a.s, Nabi Yusa’ a.s, Nabi Daud a.s, Nabi Sulaiman a.s, Nabi Hud a.s, Nabi Shaleh a.s, Nabi Syu’aib a.s, Nabi Zakaria a.s, Nabi Yahya a.s, Nabi Ayyub a.s, Nabi Zulkifli a.s, Nabi Isa a.s dan Nabi Muhammad SAW.
Diantara Nabi-Nabi yang dua puluh lima tersebut ada lima orang Nabi yang mendapat julukan Ulul Azmi yaitu: Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa , Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW. Semua Nabi-Nabi itu mengajarkan kepada umatnya untuk mentauhidkan dan meyakini bahwa yang menjadikan alam semesta ini Esa yaitu Allah SWT.
Nabi Musa a.s diutus oleh Allah untuk mengajarkan ketauhidan. Allah menurunkan  kitab Taurat secara sekaligus kepada Nabi Musa a.s. Taurat itu mengandung syariat atau peraturan-peraturan Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa untuk diamalkan dan berpegang teguh padanya. Syariat itu telah dijalankan oleh umat Nabi Musa  sebagai petunjuk dan pedoman hidup mereka sewaktu Nabi Musa masih hidup. Akan tetapi setelah Nabi Musa wafat  bani Israil atau orang Yahudi lama kelamaan menyimpang dari kitab Taurat sehingga menyebab kerusakan. Pada masa bani Israil ditinggalkan Nabi Musa, timbul perselisihan dan perubahan-perubahan atau penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian  mereka. Nabi Isa pun diutus oleh Allah sebagai Pendamai dan mengembalikan pada ajaran agama yang semula, yaitu tentang ke Esaan Allah.
Nabi Isa mengajaran ketauhidan dengan berdasarkan pada kitab yang telah diturunkan oleh Allah yaitu kitab Injil. Di dalam kitab Injil terkandung: nasihat-nasihat,petunjuk-petunjuk terhadap orang yang mengimaninya. Nabi Isa secara terus menerus menyiarkan agama tauhid serta mendamaikan umatnya walaupun mendapat rintangan-rintangan dari bani Israil. Dengan kebencian orang-orang Yahudi, mereka berniat untuk membunuh Nabi Isa. Akan tetapi Allah melindungi Nabi Isa dengan menyamarkan orang yahudi . Orang Yahudi itu menangkap salah seorang dari mereka yang telah diubah wajahnya mirip dengan Nabi Isa. Nabi Isa pun diangkat oleh Allah.
Setelah ditinggalkan Nabi Isa (menurut kepercayaan orang-orang Nasrani), sedikit demi sedikit mulai berubah ketauhidannya sehingga umat menyimpang dari ajaran semula dan terlepas dari dasar-dasar ketauhidan yang murni. Adapun perubahan yang terjadi sebagai berikut:
1.    Segolongan orang Nasrani yang diketahui oleh Paulus sebagai kepala agama di Intokia(syiria) memegang sungguh-sungguh ketauhidan yang murni. Mereka berpendapat bahwa Isa itu seorang hamba dan pesuruh Allah sebagai juga Rasul yang lain.
2.    Golongan Arius, yaitu golongan Nasrani pengikut aliaran “Arius” seorang pendeta di Iskandariah. Ia masih berpegang teguh pada ketauhidan yang sebenarnya. Ia berpendapat bahwa Isa hamba Allah. Akan tetapi ia menambahi keterangan bahwa Isa sebagai “kalimah Allah” dari situlah mulai ada bayangan yang mengarahkan bahwa Isa itu adalah Allah.
3.    Golongan Parpani. Golongan yang ini berpendapat bahwa Isa dan ibunya dalah Tuhan. Demikian inilah keadaan Nasrani yang datang kemudian. Mereka mengangap bahwa Tuhan itu menjadi tiga. Dan hampir semua orang Nasrani mempercayai bahwa Tuhan itu terdiri dari 3 oknum. Ketiga oknum itu sebernya satu juga yaitu: Bapa, anak dan Ruhul Kudus. 3 adalah 1 dan 1 adalah 3.

B.    Perkembangan ilmu tauhid pada masa Nabi  Muhammad SAW
Masa Rasulullah SAW adalah masa menyusun peraturan-peraturan, menetapkan pokok-pokok akidah, menyantukan umat islam dan membangun kedaulatan islam. Masa ini para muslim kembali kepada Rasul sendiri untuk mengetahui dasar-dasar agama dan hukum-hukum syari’ah. Mereka disinari oleh nur wahyu dan petunjuk-petunjuk Al-qur’an. Rasulullah menjauhkan para umat dari segala hal yang menimbulkan perpecahan dan perbedaan pendapat.tidak dapat diragukan lagi bahwa perdebatan dalam masalah akidah adalah sebab utama perpecahan dan perbedaan pendapat.
Masing-masing pihak senantiasa berusaha mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah swt dan RasulNya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan.  Seperti firman Allah :
وَاَطِيْعُوْااللَّهَ وَرَسُوْلَهُ وَلاَتَنَازَعُوْافَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْ اِنّ اللّهَ مَعَ الصَّبِرِيْنَِ




Artinya:“ Dan taatilah Allah dan RasulNya dan janganlah kamu saling berbantah yang menyebabkan kamu gagal dan hilanglah kekuatanmu serta bersabarlah, sesungguhnya Allah berada bersama-sama orang yang sabar.”(QS.Al-Anfal : 46)

C.    Perkembangan Ilmu Tauhid pada masa Khulafaurrasydin
Setelah Rosulullah SAW wafat dalam masa khalifah pertama dan kedua, umat islam tidak sempat membahas dasar-dasar akidah, karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha mempertahankan kesatuan dan persatuan umat. Tidak pernah terjadi perbedaan dalam bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan Alqur’an tanpa mencari takwil bagi ayat-ayat yang mereka baca. Mereka mengikuti perintah Alqur’an dan mereka menjahui larangannya. Mereka mensifatkan Allah dengan apa yang Allah sifatkan sendiri. Dan mereka mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan Allah. Apabila mereka menghadapi ayat-ayat yang mutasyabihat mereka mengimaninya dengan menyerahkan pentakwilannya kepada Allah sendiri.
    Dimasa khalifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri dengan terbunuhnya khalifah usman umat islam menjadi terpecah menjadi beberapa golongan dan partai, barulah dari masing-masing partai dan golongan-golongan itu berusaha mempertahankan pendiriannya dengan perkataan, usaha dan terbukalah pintu takwil bagi nash-nash alqur’an dan terjadilah pembuatan riwayat-riwayat palsu. Karena itu pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang selangkah demi selangkah dan kian kian membesar dan meluas.

D.    Perkembangan Ilmu Tauhid pada Masa Bani Umayyah
Dalam zaman Bani Ummayah ini situasi dan kondisi berubah. Selain karena pertikaian partai dan golongan bertambah ramai, juga karena adanya pemeluk agama yang lain masuk kedalam islam yang jiwanya tetap dipengaruhi oleh unsur-unsur kepercayaan yang pernah mereka anut. Kebebasan berbicara mendorong pula timbulnya kebebasan mengemukakan argumentasi masing-masing.
Masalah qadar yang dulunya dibatasi pembatasannya mulai diungkapkan kembali secara bebas. Maka timbulah golongan Qadariyah yang dipelopori oleh Ma’bad Al Juhaimi (wafat tahun 80 H ) yang mengemukakan tentang kebebasan berbuat dan memilih, tanpa campur tangan tuhan dalam perbuatan manusia. Dari pernyataan ini munculah golongan Jabariyah yang dipelopori oleh Jaham bin Safwan sebagai bantahan yang mengemukakan akidah yang dianutnya bahwa manusia itu serba terpaksa ( majbur) dalam segala tindakannya.
Pada akhir abad pertama hijriyah muncul golongan khawarij membentuk suatu madzhab sendiri yang menonjolkan pendapat: orang yang mengerjakan dosa besar itu kafir. Sedangkan Hasan Al Bisri (wafat tahun 110 H), berpendapat bahwa orang yang mengerjakan dosa besar itu adalah fasiq, tidak keluar dari lingkaran mukmin (tidak kafir).
Kemudian tampilah Washil bin Atho’ murid Hasan Al bisri, membantah pendapat gurunya dengan mengatakan: orang yang mengerjakan dosa besar itu berada diantara dua martabat, karena Washil bin Atho’ mengasingkan diri dari majlis gurunya Hasan Al bisri atau dari pendapat umum, maka dinamakanlah gologannya dengan sebutan Al-Mu’tazilah, golongan orang yang mengasingkan diri.
Pada akhir masa ini, Washil bin Atho’ telah dapat menyusun dasar-dasar ilmunya bagi madzhab Mu’tazilah dan jalan-jalan mengajak masyarakat mengikuti ajarannya. Dia melaksanakan misinya ke seluruh pelosok dengan segenap tenaga dan kecakapan hingga sampailah pengembangannya ke Khurasan disebelah timur ke Maroko sebelah barat, ke Armenia sebelah utara dan ke Yaman sebelah selatan.
Menurut keterangan seorang ahli tarikh, al-Maqrizi (766-845). Washil bin Atho’telah menyusun kitab tauhid yang berjudul “Kitabut-Tauhid”, “Kitabul Manzilatibainal Manzilatain”, “Kitab al futaya”.  Dengan demikian masa ini adalah masa dimulainya usaha menyusun kitab dalam ilmu kalam, sekalipun kitab-kitab itu telah dibawa oleh arus zaman dan tidak ada yang sampai ketangan kita. Demikianlah situasi ini yang jauh berbeda dengan zaman khulafaurrosyidin dan malahan kian jauh dibandingkan dengan zaman nabi Muhammad SAW.

E.    Perkembangan Ilmu Tauhid pada Masa Bani Abbasyah dan pasca Bani Abbasiyah
•    Pada masa Bani Abbasiyah
Dalam masa bani Abbasiyah hubungan pergaulan antara bangsa ajam dengan bangsa arab semakin erat dan berkembanglah ilmu dan kebudayaan. Salah satu ciri dari zaman bani abbas ialah dikembangkannya buku-buku filsafat Yunani. Cendekiawan islam mulai tertarik mempelajari filsafat Yunani dan mencoba menerapkan metode-metodenya dalam ilmu kalam. Sebagai golongan yang banyak memakai metode filsafat adalah Mu’tazilah dalam usahanya mempertahankan agama. Dengan jalan ini, maka ilmu kalam yang semakin tumbuh diperkuat pula dengan ilmu filsafat, sehingga mempunyai warna baru. Pada masa ini, ahli-ahli ilmu kalam mengembangkan keahlian mereka dengan menulis sejumlah kitab. Amr bin Ubaid al-Mu’tazili seorang ulama Mu’tazilah mengarang Arraddu alal Qadariyah yang berisi tentang bantahan terhadap faham Qadariyah.
Hisyam bin al-Hakam asy-Syi’i seorang ulama’ syiah yang terkenal menulis sebuah kitab yang menolak faham Mu’tazilah. Sementara itu Abu Hanifah menyusun kitab yang berjudul “Alalim walmuta’alim” dan kitab “Fiqhul Akbar” yang mempertahankan akidah ahli sunnah. Asyafi’i juga mengarang kitab “Fiqhul Akbar” yang berhubungan dengan ilmu kalam. Karena golongan Mu’tazilah cukup ulet dalam mengembangkan pendapatnya maka banyak khalifah bani abbas yang mengikutinya, diantaranya Al Ma’mun, Al Mu’tashim, dan Al Watsiq. Pada masa itulah Mu’tazilah mencapai puncak kejayaannya. Beberapa waktu kemudian, tiba pula saat kemunduran Mu’tazilah ketika lahirnya Abu Hasan Al Asyary (260-324 H) yang menjadi pelopor madzhab ahlusunnah waljamaah. Pendapatnya menempuh jalan tengah antara madzhab salaf dan madzhab penentangnya. Dalam mengemukakan keterangan beliau mengumpulkan dalil naqli dan dalil aqli bagi pendapat-pandapat dalam menolak faham Mu’tazilah.
Usaha Abu hasan Al Asyary dibantu dan dikuatkan oleh Abu Mansyur Al Maturidi. Maka denga usaha dua tokoh ini, madzhab Mu’tazilah menjadi lemah yang berangsur lenyap dari anutan masyarakat. Pengikut-pengikut Asyary meneruskan teori-teori yang telah digariskan oleh Al Asyary yaitu mengumpulkan antara dalil-dalil aqli dan dalil-dalil naqli. Pengikut Al Asyary memandang pula bahwa dalil-dalil yang dibuat untuk muqoddamah-muqoddamah aqliyah seperti teori jauhar dan aradh, merupakan bagian dari iman. Inilah jalan yang ditempuh para  pengikut Asyariyah seperti Abu Bakar Al Baqilani, Al-Isfarayini, dan imamul Haramain al-juwaini. Kemudian datanglah keompok pengikut al asyary yang mendalami ilmu mantiq, lalu menetapkan bahwa batalnya dalil itu belum tentu batalnya madlul, madlul itu mungkin ditetapkan dengan dalil-dalil yang lain. Itulah jalan yang ditempuh ulama muta’akhirin. Diantara yang menempuh jalan ini adalah Al Ghozali dan Ar Razy.
•    Pasca Bani Abbasiyah
Sesudah masa Bani Abbas datanglah pengikut al Asyary yang terlalu jauh menceburkan diri nya dalam falsafah dan mencampurkan mantiq dll, kemudian mencampurkan semuanya itu dengan ilmu kalam sebagaimana yang dlakukan oleh al Baidhowi dalam kitabnya  Ath-Thawali dan Abuddin al-Ijy dalam kitab Al-Mawaqif
Madzhab al-asyary berkembang pesat ke semua pelosok hingga tidak ada lagi madzhab yang menyalahinya selain madzhab hambaliyah yang tetap bertahan dalam madzhab salaf, yaitu beriman sebagaimana disebut dalam Alqur’an dan Al-Hadist tanpa mentakwilkan  ayat-ayat dan hadist-hadist itu. Pada permulaan abad kedelapan hijriyah lahirlah di Damaskus seorang ulama’ besar bernama Taqqiyuddin ibnu Taimiyah (661-728 H) yang membela pendirian salaf (sahabat, tabi’in dan imam-imam mujtahiddin) dan membantah pendirian-pendirian Asy’ariyah dan golongan lain yang dipandangnya banyak membuat bid’ah dalam akidah dan ibadah.
Pendirian dari ibnu Taimiyah ini sudah tentu banyak menimbulkan pro dan kontra. Jalan yang ditempuh ibnu Taimiyah ini dilanjutkan oleh seorang muridnya yang terkemuka, yaitu ibnu Qayyimil Jauziyah. Setelah berlalu masa ini timbulah suatu masa kemunduran dalam ilmu kalam karena daya kreatif dalam mempelajari ilmu ini dengan bersama. penulis-penulis kebanyakan hanya mengulas makna-makna lafadz dan ibarat dari peninggalan kitab-kitab lama yang menjelma dalam kitab syarah. Menjelah abad ke 20 M, barulah tampil kembali gerakan ilmiah dalam islam yang membangun kembali pemikiran islam yang disponsori oleh Jamaluddin Al-Afghani (1254-1315 H), Muhammad Abduh (1265-1323), as-Sayyid Rasyid Ridla(1282-1354 H). Ketiga ulama ini dipandang amat besar jasanya dalam membangun kembali ilmu-ilmu agama dan timbulah jiwa baru dengan memerangi taklid buta yang merantai dunia islam pada waktu itu.
Pengaruh kebangkitan akidah islam dalam periode modern ini ternyata besar sekali peranannya yang ditandai dengan organisasi-organisasi islam international, termasuk KTT negara-negara islam yang anggota-anggotanya terdiri dari negara-negara islam. Umat islam kian berangsur kembali meraih mahkota kemuliannya yang pernah luput dari tangannya dan menjadilah mereka umat yag disegani dan diperhitungkan umat yang lainnya.


IV.    KESIMPULAN
•    Sejarah tentang Tauhid dimulai sejak diutusnya Nabi Adam a.s oleh Allah untuk menganjarkan  ketauhidan yang murni  kepada anak dan cucunya.
•    Pada masa Rasulullah SAW perkembangan ilmu tauhid masih dalam menyusun peraturan-peraturan, menetapkan pokok-pokok akidah, menyantukan umat islam dan membangun kedaulatan islam.
•    Masa khalifah pertama dan kedua, umat islam tidak sempat membahas dasar-dasar akidah, karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha mempertahankan kesatuan dan persatuan umat. Dimasa khalifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri dengan terbunuhnya khalifah usman umat islam menjadi terpecah menjadi beberapa golongan dan partai.
•    Pada zaman Bani Ummayah Washil bin Atho’ telah dapat menyusun dasar-dasar ilmunya bagi madzhab Mu’tazilah dan mengajak masyarakat mengikuti ajarannya. Dengan demikian masa ini adalah masa dimulainya usaha menyusun kitab dalam ilmu kalam.
•    Zaman Bani Abbas Cendekiawan islam mulai tertarik mempelajari filsafat Yunani dan mencoba menerapkan metode-metodenya dalam ilmu kalam. Dengan jalan ini, maka ilmu kalam yang semakin tumbuh diperkuat pula dengan ilmu filsafat, sehingga mempunyai warna baru.

V.    PENUTUP
Demikianlah makalah ini ditulis dengan segala keterbatasan yang ada. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran dari manapun datangnya selalu penulis terima dengan senang hati demi perbaikan kedepan. Akhirnya semoga pemikiran yang ada pada tulisan ini bias menjadi kontribusi pemikiran bagi pengembangan pendidikan di Indonesia.

























DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2011. Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid / Kalam, Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Thahir, Thaib.1986.ilmu Kalam.Jakarta:Widjaya Jakarta
Ya’qub Hamzah.2001.Ilmu Ma’rifah.Jakarta:CV.PedomanIlmuJaya.
Halili,Rofiqi,Sholichah,Nur Hidayatus,dkk,http://ilmu-tauhid-makalah-diajukan-untuk.html, Diakses tanggal 17 April 2013 pukul 13.00.
http://almasakbar45.blogspot.com/2011/01/sejarah-perkembangan-tauhid.html  Diakses pada 22-04-2013 pukul 22:01 wib.


Rabu, 01 Mei 2013

Wajah itu, Mengingatkan Kinar

Waktu itu setelah kuliah selesai, Kinar dan temennya Bila bergegas menuju tempat biasanya mereka nongkrong, yaitu di depan perpustakaan. Mereka berdua mahasiswa jurusan penidikan kimia disalah satu Universitas favorit di daerah Semarang. Mereka bertemu pada saat orientasi mahasiswa di Universitas tersebut. Tetapi pada saat itu keduanya belum saling mengenal satu sama lain. Barulah mereka akrab semenjak perkuliahan dimulai, hal ini dikarenakan mereka satu kelas dan asyik diajak ngobrol dan asal kota mereka pun sama. Saat di depan perpustakaan dengan membawa makanan yang dibelinya di kantin, mereka sedang asyik membicarakan suatu hal dengan ditemani cemilannya itu. Tiba-tiba mata Kinar tak konsen mendengarkan apa yang dibicarakan temannya Bila itu. Matanya terfokuskan pada seseorang yang belum dikenalnya. seseorang yang sekilas mirip dengan mantannya yang pernah meninggalkan dia saat SMA dulu. Sejenak nafasnya tak beraturan, mungkin dia teringat masa lalunya. Seseorang itu mengingatkan akan sebuah nama mantannya dulu sekaligus cinta pertama Kinar waktu SMA, yaitu Gio. Gio adalah lelaki yang dikenalnya saat mereka kelas 2 SMA, karena mreka sama-sama satu kelas. Tapi pada saat itu mereka belum saling kenal. Gio adalah seorang cowok yang menurut Kinar itu cowok yang imut, manis tapi memiliki postur agak kurus.Gio tergolong cowok yang pendiam dikelasnya dibanding teman-teman lainnya. Kedekatan mereka terjalin saat mereka duduk dikelas 3. Hal ini bermula dari message Gio yang terus-terusan memenuhi inbox HP Kinar. Entah darimana Gio mendapatkan nomor Kinar tapi inilah awal mula benih-benih cinta mereka tertanam. Dan hubungan mereka pun semakin dekat layaknya sepasang kekasih. Walaupun mereka satu kelas tapi tak ada satupun temannya yang mengetahui tentang hubungan mereka berdua. tetapi mereka selalu berkomunikasi dengan HP mereka, hal ini yang membuat mereka tambah saling suka dan mengagumi satu sama lain. Mereka berdua yang masih polosnya terus melanjutkan hubungan ini sampai akhirnya mereka terpisah antara ruang dan waktu tapi hubungan itu masih berlanjut. Setelah keduanya lulus sekolah, mereka pun memiliki tujuan yang berbeda. walaupun sebenernya keduanya pengen melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Tapi Gio sadar orang tuanya tidak mampu untuk membiayain uang kuliahnya nanti. Tapi hal ini tak mengurangi rasa cinta sekaligus rasa sayang mereka. Dan akhirnya Kinar yang diterima di perguruan tinggi disemarang itu mengambil jurusan pendidikin kimia. Sementara Gio dia lebih memilih bekerja untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya dan keluarganya. Tapi entah kenapa hubungan itu berhenti dengan berjalannya waktu. mungkin karena keduanya jarang ketemu dan adanya jarak yang memisahkan mereka berdua, yang disesalkan Kinar adalah kenapa hubungan ini berhenti begitu saja tanpa adanya kata perpisahan. Hal itulah yang membuat hati Kinar sakit hati sampai saat ini dan ditambah lagi sekarang Gio sudah memiliki kekasih baru. Tak dapat dipungkiri sakit ini memang sakit dan ini juga yang pertama kali yang dialami Kinar. Dan wajah yang Kinar lihat di depan pepustakaan tersebut mirip wajah Gio. Rasa ingin menampar wajahnya karena saat itu Gio meninggalkannya begitu saja tampak jelas diwajah Kinar yang memerah tetapi tetap manis itu.

puisi tentang kehidupan






Senja dengan manisnya tersenyum simpul 
Memberikan isyarat  pada dunia yang busung
Menerangi kegelapan yang dulu pernah ada
Dan kini secercah sinar telah muncul dengan indahnya

Tiada kata yang mampu terucap
Tiada makna yang bisa terungkap
Hanya tertinggal kenangan
Dan manis pahitnya kehidupan




Renungan hidup

Senja dengan manisnya tersenyum simpul 
Memberikan isyarat  pada dunia yang busung
Menerangi kegelapan yang dulu pernah ada
Dan kini secercah sinar telah muncul dengan indahnya

Tiada kata yang mampu terucap
Tiada makna yang bisa terungkap
Hanya tertinggal kenangan
Dan manis pahitnya kehidupan

http://4.bp.blogspot.com/-7B72IuUfGyU/Trndh8Fl_eI/AAAAAAAAABo/1TUl1jRCgf8/s1600/alat-pengolahan-kimia-pertambangan-0.jpg
Masuk